Ketika ia menghirup udara untuk pertama kalinya, ia lahir dari rahim seorang pemulung,
disini....bukan masalah pemulung ataupun istri pejabat negara, tapi hakikat manusia yang terlahir dari rahim seorang ibu,ibu yang begitu mulia, hidup matinya ia taruhkan demi anak kecil yang belum bisa apa-apa ini.
Anak sekecil iti, harus rela dikemudian hari ditinggalkan oleh ibu tercintanya. Nyawa ibunya dijadikan jaminan keselamatan putranya.
Ayah....ternyata lebih dahulu meninggalkannya. Ayah meninggal ketika harus memaksakan kehendak pergi memulung, meskipun ia sakit parah. Hanya demi sesuap nasi ia relakan hembusan terakhir nafasnya.
Dan kini ia sendiri. Memulung pun jadi penopang nasibnya. Menjadi penentu hari ini ia akan bisa makan nasi ataupun tidak.
Namun sesederhana apapun hidupnya, sekurang apapun kebutuhannya, ia masih bisa menyisihkan sedikit uangnya untuk temannya yang jauh lebih sengsara dari dirinya.
disini....bukan masalah pemulung ataupun istri pejabat negara, tapi hakikat manusia yang terlahir dari rahim seorang ibu,ibu yang begitu mulia, hidup matinya ia taruhkan demi anak kecil yang belum bisa apa-apa ini.
Anak sekecil iti, harus rela dikemudian hari ditinggalkan oleh ibu tercintanya. Nyawa ibunya dijadikan jaminan keselamatan putranya.
Ayah....ternyata lebih dahulu meninggalkannya. Ayah meninggal ketika harus memaksakan kehendak pergi memulung, meskipun ia sakit parah. Hanya demi sesuap nasi ia relakan hembusan terakhir nafasnya.
Dan kini ia sendiri. Memulung pun jadi penopang nasibnya. Menjadi penentu hari ini ia akan bisa makan nasi ataupun tidak.
Namun sesederhana apapun hidupnya, sekurang apapun kebutuhannya, ia masih bisa menyisihkan sedikit uangnya untuk temannya yang jauh lebih sengsara dari dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar